-Ulasan karya dalam lingkungan seni sampah dan sampah seni.Bersempena pelancaran buku Akulah Perempuan Muda itu, sajak-sajak karya Shaira Amira yang akan berlangsung. Teks akan dipersembahkan SS seiring dengan persembahan gitar oleh BLack dan Meor (main bedal ajer aku, tak konpempun lagi...)
(i)
Engkaulah Perempuan Muda itu, Shaira (syair) Amira. Kau memang pemberani yang mengasyikkan. Iya benar
seorang pria harus...
seorang pria
harus tanpa kongkongan
tanpa ikatan pacaran
pintar bermain sabda
untuk bebas kemana-mana
seorang pria
harus dibiar untuk dikejar
memaknakan “tidak”
dalam caturan rasa
desakan sang hawa
seorang perempuan
misalnya aku
harus membatu
dalam peleburan jiwa
cubaan seorang pria
dari halaman 62, buku kau yang mengundang cemburu aku, bahasa Nusantara yang luas, jelas tersebar dari hujung
(ii)
Engkaulah Perempuan Muda itu, Shaira (syair) Amira. Kau memang berahi syahdu yang meragukan aku, ghairah yang meralitkan sempit sesak dada paru-paruku bersarang candu, tar dan nikotin. Betul.
Segalanya betul apa yang kau sebut. Tekakku panas, leher terjerut dan kata-kataku larut sebati bersama alkohol atau karut balut aku melalut dalam lautan sundal dan akulah sundal itu yang bebal menerimanya tenggelam jauh ke dasar lubang hitam. Iya benar apa yang kausebut, yang masih kudengar suara-suara lolongan lrt yang punya sungainya sendiri, gerak perlahan arus komuter di landasan besi atau lencongan roaller coaster monorel dan terusannya. Kita diangkut kenderaan ke dalam tugu-tugu batu, gua-gua kaca bercahaya. Iklan-iklan melaknat mata dan hati yang mencatat dengan sebutan iman pada tuhan kertas. Kegersangan
1
kita tak mengenal
saling tak tahu
tapi di sini kita tidur
atas ranjang sama
tak peduli semua
tentang teriak-teriak akal
lebih peduli hal
elusan rasa
bibir.liur.desah.nafas
cungap.erang.rangkul.sentuh
mungkin saja semua menghilang
nanti lewat jatuh tetes air pagi
(iii)
Engkaulah Perempuan Muda itu, Shaira (syair) Amira. Engkau, kalau aku pakai topi, aku angkat topi, tahu? Kau cukup tahu.
jam 3 pagi aku di depan skrin komputer yang telah menjadi seolah tivi. Yang kuperhati dan kulihat – cahaya, warna dan lambang-lambang mengerawang berpusing berkembang biak. Ketak ketuk papan huruf-huruf dan angka-angka, kata-kataku yang celaka. Ia tivi dari saluran program-program yang kupilih dari selirat wayar atau jolokan suara-suara atau blog dan sebemban laman web atau sesuatu yang sewaktu dengannya. Aku hanya kunun drama angan-angan dan khayal sandiwara. Mamai semabal goyang mabuk, mabuk, bersama kawan-kawan kita lalok mabuk sambil membicarakan revolusi yang tertulis dibotol anggur. Manis, kita duduk dan berbahagia sebenarnya. Dalam kotak atau ruang. Kayu, batu, paku? Aku tak tahu. Dari halaman tujuh ada:
4 dinding
peluh merembes
nafas mendesah
tekak menggersang
malam mengerang
maksudnya...apa?
ertinya...di mana?
dan pada ranjang ini
kita berdekah dan menangis
berhentam dan memujuk
bercakar lalu berpeluk
hangat dada ke dada
bukan lagi cinta semata
(iv)
Engkaulah Perempuan Muda itu, Shaira (syair) Amira.
Engkau yang memukau dengan kerdip, dengan kerlip, dengan api dari mimpi, nyanyian burung-burung malam, suara-suara parak yang menyalak. Malam kita, gelap dalam terang. Kita dikotakan dalam reka kotak batu-batu. Mesin-mesin dan jentera, letrik mengebas luas sempadan mencacakkan tembok-tembok. Tembolok yang kenyang itu, usus perutnya dijerut apa? Kelaparan tenaga,
ke hadapan bintang jatuh
kutadahkan tanganku
jemariku kempunan tetes apinya
tetapi bintang itu tidak mengijinkan aku
mencapainya
menunggukan bintang jatuh
aku berbaring atas basah bumi
merenggut hitam rumput
lalu kulempar rasa itu sepuasnya
pada hijab malam berserak sejuta bintang
bulan memandangkan isi penuhnya
tapi, malam ini yang kauremas bukan
jemariku
hangat nafasmu bukan di kupingku
dan saat itu kusedar tiada satupun bintang
yang akan jatuh
kita ke bulan
ke bulan sayang
aku mahu ke bulan
mahu melepasi batasan
memecahkan mimpi-mimpi jadi kenyataan
dan bila kita di balik bulan
kita ketawa, hanya kita saja berduaan
melakar kasih kita rayu-rayuan
dengan hanya bintang yang menyaksikan
kerana aku bidadarimu sayang..
maka ingin saja aku terbang
menebarkan sayap putih dalam pekat
malam
ingin saja aku bawa kau ke bulan
untuk kita berkasih dan bercinta
(v)
Engkaulah Perempuan Muda itu, Shaira (syair) Amira. Kau cukup hebat dan tinggi. Terlalu besar biayanya.
Terlalu kabur nilainya. Dan aku hanya mampu membacanya, atau melihatnya dari jauh kerana aku tahu, aku tidak mampu untuk pergi sejauh itu. Tahapku hanya tujuh lautan Seven Seas, wiski haram enam ringgit sebotol. Atau anggur merah rasa fanta dalam keretapi malam berlabuh jauh. Aku pencandu berpangkat rendah. Aku perindu bangsat yang murah. Kokain, mimpi Amerika telah datang ke tanah
kokain
isi dirimu dengan ekstasi
yang mengalir
deras tapi membedil
dalam setiap ceruk terlarang
tubuhmu
ayo! tongkatkan kakimu
dan menarilah tarian kupukupu
gelap.sedih.misterius
tinggalkan segala lara kalbu
menarilah...menarilah...
jika kau keisengan
bundar mata hitamnya
waktu kau meneguk ekstasi
dan bernyanyi syair duniawi
telankan lagi, tarikan lagi.
hingga kau jatuh ke ribanya
Di halaman tiga puluh enam.
(vi)
Engkaulah Perempuan Muda itu, Shaira (syair) Amira. Kau memang feminis agaknya, bagus untuk kemanusiaan saksama.
Aku benci patriarki ketuanan laki-laki,
diktator jantan atau apa-apapun, termasuklah juga menolak pemerintahan rakyat perempuan. Kita merdeka sama-samalah menikmati penjara. Tapi aku cakap bolehlah, amalan belum cukup hebat nak jadi malaikat, atau anarcho taraf tinggi, apatah lagi nak jadi sosialis komunis. Tapi rasanya tak salah aku bermimpi merasa syok sendiri. Kasihan anjing yang luka ke dalam gua tidur bersama. Tidurlah dengan luka yang membusuk mereput kering tulang-tulang hampa, taring berdaging hancur, debu kering atau dapat juga menjadi seperti bom atom letupan maha gila, yang melenyapkan bayang-bayang kita. Secepatnya musnah dan dibangun bina lagi. Secepatnya hak menjadi penipuan. Kebenaran hancur dan akan tumbuh lagi. Kering.segar. menghijau. Kehilangan nyawa dan akal – kata-kata tetap ada tertinggal sebagai kenang-kenangan. Mansuh hukum bunuh. Tali gantung kerusi letrik atau tembakan peluru dari senapang menembus ke dada dan kepala. Hanya gambar yang kutatap dari layar kaca, wajah-wajah maya kelemayar, digitalisasi berbuih menjejeh, basah mencair dan membonyer. Hmmmm.Hanyir bau indah sampah.membukit sisa-sisa kita, kotor plastik dan kukuh ketegapan buangannya hampir kekal – beruntunglah kalau aku menjadi plastik degil tegar atau lebih beruntung kalau aku menjadi sampah yang dapat dikitar semula ke halaman sembilan belas 19orang perempuan muda:
disampahkan...lagi
sudah bangun
tersandung lagi.
sudah menghirup segar angin
tapi kepalaku didorong dalam air.
merasa dilahirkan
lalu dikambus dalam tanah hiduphidup.
hati menyembuh terbalut kabut putih
lalu dicarik dibakar digilis.
sekali lagi.sekali lagi.sekali lagi.
lagi.
lagi.
lagi
aku disampahkan lagi.
Engkaulah, Perempuan Muda itu, Shaira (syair)Amira, kau tahu aku sampah seni dan kena ingat aku tahu seni sampah, dipakai-pakai dibuang jangan, diguna lagi dikitar semula – berkali-kali hayat berubah. Aku berharap kau suka untuk menjadi sampah. Maka jadilah engkau Perempuan Muda itu, Shaira (syair) Amira sebagai sampah – sampah yang selalu setia untuk disampahkan lagi.
Masih lagi di bulan April, 2009, PJ.